SUARAKAUMBETAWI | Jakarta, - Menjelang hari jadi Kota Jakarta ke-498 pada 22 Juni mendatang, Kaukus Muda Betawi kembali menggelar Sarasehan III sebagai bentuk konsistensi dalam memperkuat peran dan posisi Lembaga Adat Masyarakat Betawi.
Kegiatan ini akan dilangsungkan pada Senin, 2 Juni 2025 di Hotel Mercure Ancol, Jakarta Utara, dengan mengusung tema “Menyongsong 498 Tahun Kota Jakarta dan Lembaga Adat Masyarakat Betawi”.
Tokoh Betawi Fauzi Bowo mendukung kegiatan yang diinisiasi oleh Kaukus Muda Betawi tersebut. Sejak awal, Foke, sapaan karibnya, menyarankan digelar diskusi kelompok terpumpun (focus group discussion/FGD), sarasehan, dan seminar untuk memberi masukan soal lembaga adat dan pemajuan budaya Betawi. Bahkan, ia juga mengingatkan untuk belajar dari lembaga adat yang sudah ada di daerah-daerah lain.
"Sejak awal saya mendukung Kaukus Muda Betawi tersebut untuk melaksanakan FGD, sarasehan, dan seminar untuk memberi masukan soal lembaga adat dan pemajuan budaya Betawi," kata Foke, dalam keterangannya, Minggu (1/6/2025).
"Kita juga harus belajar dari lembaga adat yang sudah ada di daerah-daerah lain," sambungnya.
Foke menyarankan, para intelektual, profesor, dan pusat studi Betawi di berbagai kampus harus memberikan masukan serta pengayaan terhadap konsep yang sejak dirumuskan termasuk raperda (rancangan peraturan daerah) pemajuan budaya Betawi.
"Para intelektual, profesor, dan pusat studi Betawi di berbagai kampus ayo berikan masukan dan pengayaan terhadap konsep yang sejak dirumuskan termasuk raperda pemajuan budaya Betawi," ujar Gubernur DKI Jakarta periode 2007-2012 ini.
Sebelumnya, Penasihat Kaukus Muda Betawi, Kiai Haji (KH) Lutfi Hakim menjelaskan, kegiatan Sarasehan ini merupakan kelanjutan dari dua program sebelumnya: Sarasehan I di Hotel Shangri-La, Jakarta Pusat, pada 2022 dan Sarasehan II di Pondok Pesantren Al Hamid Cilangkap, Jakarta Timur.
Menurutnya, Sarasehan III menjadi langkah lanjutan yang dirancang untuk memperkuat kelembagaan adat Betawi sebagai bagian integral dalam mewujudkan Jakarta sebagai kota global yang berbudaya.
“Kami melihat tantangan ke depan menuntut Lembaga Adat Masyarakat Betawi tidak hanya eksis sebagai simbol, tapi hadir secara substantif dalam proses pembangunan dan kebijakan daerah,” ujar Kiai Lutfi dalam keterangannya, pada Minggu (25/5/2025) lalu.
Acara ini dijadwalkan akan dihadiri oleh Gubernur, Wakil Gubernur, dan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jakarta, sebagai bentuk komitmen nyata pemerintah daerah dalam mendukung keberadaan lembaga adat. Selain itu, para tokoh Betawi, akademisi, perwakilan ormas, serta profesor-profesor Betawi akan turut diundang untuk memperkaya perspektif dalam forum tersebut.
Dalam kapasitasnya sebagai Ketua Umum Forum Betawi Rempug (FBR), KH Lutfi Hakim juga menegaskan keabsahan regulasi daerah terkait Lembaga Adat Masyarakat Betawi akan diuji dan didiskusikan melalui forum ini. Sejumlah akademisi akan dihadirkan sebagai narasumber untuk memberikan masukan objektif, konstruktif, dan strategis.
“Di usia ke-498 ini, Jakarta membutuhkan peta jalan budaya yang kuat. Baik regulasi maupun pimpinan adat Betawi sudah terbentuk. Maka perlu diperkuat dengan kebijakan yang adaptif dan berpihak,” ungkapnya.
Salah satu fokus penting dalam Sarasehan III adalah dorongan untuk merevisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pelestarian Kebudayaan Betawi. Revisi ini dinilai penting untuk memperluas ruang partisipasi dan memperkuat perlindungan, pemanfaatan, pengembangan, serta pembinaan budaya Betawi secara komprehensif.
Terpisah, Pembina Kaukus Muda Betawi, Beky Mardani, turut memberikan pandangan senada. Menurutnya, Sarasehan ini merupakan forum silaturahmi dan tukar gagasan yang sangat dibutuhkan dalam proses memajukan budaya Betawi di tengah dinamika Jakarta sebagai kota global.
“Saat ini Jakarta sedang menata diri sebagai kota global yang berbudaya. Maka penting bagi kita membangun sinergi lintas komponen Betawi agar memiliki satu orientasi dan perspektif yang sama dalam menjaga dan memajukan budaya kita,” jelas Beky yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Lembaga Kebudayaan Betawi.
Beky menekankan revisi Perda 4/2015 tidak boleh hanya menjadi kepentingan birokratis, tetapi harus menjadi bagian dari cita-cita bersama masyarakat Betawi. Terlebih, dua tahun ke depan, Jakarta akan memasuki usia ke-5 abad, momen penting yang harus dimanfaatkan untuk memperkuat identitas dan ketahanan budaya lokal.
“Komitmen bersama dari seluruh elemen Betawi adalah kunci untuk mendorong percepatan revisi Perda ini. Ini bukan soal kepentingan segelintir pihak, tapi kehormatan budaya kita,” pungkasnya.
Dengan semangat menyambut 498 tahun Jakarta, Sarasehan III menjadi titik tolak baru bagi masyarakat Betawi untuk lebih terlibat aktif dalam pembangunan, melalui penguatan lembaga adat dan regulasi budaya yang inklusif, berkeadilan, dan berkelanjutan.
Komentar
Posting Komentar