Langsung ke konten utama

Postingan

Anak Bangsa Butuh Ruang, Bukan Stigma: Roti Buaya untuk Warga Jakarta

 (Editorial Suara Kaum Betawi) SUARAKAUMBETAWI | JAKARTA, - Jakarta kembali gaduh oleh tawuran pelajar. Kekerasan demi kekerasan seperti tak kunjung usai, dan kita seolah kehabisan kata selain: “kenakalan remaja.” Padahal, ini bukan semata urusan anak-anak yang salah pergaulan. Ini tentang ruang yang hilang dan ketimpangan yang dipelihara. Baru-baru ini, ribuan pelamar—mayoritas lulusan D3 dan sarjana—berdesakan mendaftar sebagai petugas PPSU. Pekerjaan lapangan dengan upah pas-pasan menjadi rebutan. Pemandangan ini bukan hanya menyedihkan, tetapi juga menyentil nurani: negara gagal menyediakan ruang layak bagi tenaga terdidik. Dalam frustrasi itulah, kekerasan sosial tumbuh perlahan, dalam diam. Sementara itu, ormas kerap dijadikan kambing hitam. Pemerintah pusat dengan tegas menyebut beberapa ormas sebagai sumber keresahan. Tapi ironi terjadi ketika ormas-ormas yang dikritik justru tetap dilegalkan dan dibina. Negara seolah menepuk air di dulang, lalu terpercik muka ...
Postingan terbaru

Premanisme Jalanan Dibasmi, Premanisme Berdasi Dibiarkan?

SUARAKAUMBETAWI | Jakarta, – Upaya aparat keamanan dalam menertibkan premanisme jalanan di berbagai sudut Jakarta mendapat apresiasi publik. Ketertiban memang bagian dari hak dasar warga negara. Pasar yang bersih dari pungli, terminal yang aman dari ancaman geng lokal, dan ruang publik yang bebas dari intimidasi adalah hal mendasar dalam kehidupan kota yang beradab. Namun, ketika aparat dengan sigap menangkap pelaku pungli di pasar, menyisir kawasan rawan, dan menertibkan lapak-lapak liar, muncul satu pertanyaan tajam dari benak masyarakat: mengapa negara terlihat begitu tegas kepada preman kecil di jalanan, namun begitu pelan—bahkan gamang—dalam menghadapi premanisme berdasi yang merampok uang negara secara sistemik? Pertanyaan ini bukan tanpa dasar. Di tengah publikasi besar-besaran mengenai razia preman jalanan, masyarakat justru melihat bayang-bayang lain yang tak kalah menyeramkan: korupsi berjamaah di balik proyek-proyek negara, kartel tambang, permainan anggaran sos...

Eddy Marzuki Nalapraya: Ketika Cinta Betawi Tak Kenal Pensiun

SUARAKAUMBETAWI | JAKARTA, - Di usia senjanya, Eddy Marzuki Nalapraya memilih tetap bergerak. Bukan untuk kekuasaan, melainkan demi menjaga warisan tanah kelahirannya: Betawi. Bagi Eddy, usia tua bukan alasan untuk berhenti mencintai budaya. Hingga akhir hayatnya pada 13 Mei 2025, ia tetap aktif memperjuangkan jati diri Jakarta melalui pencak silat dan kerja sosial berbasis masyarakat. Sebagai purnawirawan tentara dan mantan Asisten Teritorial di Kementerian Pertahanan, Eddy dikenal luas di kalangan militer. Namun, di balik semua gelar dan jabatan yang melekat, satu identitas yang paling ia banggakan: anak Betawi. Gelar “Bapak Pencak Silat Dunia” pun tak membuatnya berjarak dengan kampung halaman. Justru dari sanalah segalanya bermula. Pada 2019, dalam sebuah acara di Balai Agung, Jakarta, Eddy berdiri di samping Gubernur Anies Baswedan. Tubuhnya telah renta, namun sorot matanya tetap menyala. Dengan suara berat, ia berkata, “Saya dulu hadir di situ, dan sampai hari ini sa...

Imam Besar FBR Menghadiri Ruwat Bumi ke-25 di Dago Bandung

SUARAKAUMBETAWI | Jakarta,- Budaya adalah cerminan dari sejarah dan identitas suatu masyarakat. Dalam setiap sudut dunia, ada warisan budaya yang menjadi tanda kearifan lokal dan nilai-nilai yang dipegang teguh oleh generasi-generasi sebelumnya. Salah satu contoh yang menakjubkan adalah Budaya Ruwat Bumi di Padepokan Parukuyan, Dago, Bandung Jawa Barat. Menurut Ketua Padepokan Parukuyan, Abah Yon Supardi, Ruwat Bumi ini berlangsung setiap tahun dan tahun 2025 ini memasuki kali yang ke-25. Ruwat Bumi adalah tradisi atau upacara adat yang dilakukan untuk mengungkapkan rasa syukur atas hasil bumi, mengharapkan keberkahan di masa depan, dan menghormati leluhur.  Acara ini juga merupakan bagian dari rangkaian upacara yang berkaitan dengan proses pertanian, terutama budidaya padi. Kata "ruwat" dalam bahasa Sunda memiliki makna "mengumpulkan dan merawat", yang dalam konteks Ruwat Bumi diartikan sebagai mengumpulkan hasil bumi dan merawatnya agar tetap subur da...

Saatnya Warga Jakarta Mengurangi Penggunaan Kendaraan Pribadi

SUARAKAUMBETAWI | Jakarta,- Gubernur DKI Jakarta, Pramono menunjukkan komitmen kuat dalam mendorong penggunaan transportasi umum di ibu kota. Bukan sekadar himbauan atau kampanye, langkah konkret pun diambil, salah satunya dengan mewajibkan Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk menggunakan transportasi umum setiap hari Rabu. Langkah ini bukan hanya simbolis. Jelang pelantikan pejabat eselon II beberapa waktu lalu, Pramono bahkan berseloroh bahwa yang tidak datang menggunakan transportasi umum tidak akan dilantik. Ternyata, ucapan itu bukan guyonan belaka. Pada hari pelantikan, pemandangan tak biasa muncul di jalanan ibu kota. Para pejabat eselon II, termasuk para kepala dinas dan wali kota administratif, benar-benar menaiki moda transportasi umum. Mulai dari MRT, Transjakarta, hingga KRL, kehadiran mereka menjadi sorotan publik dan perbincangan hangat di media sosial. Tidak hanya mengajak, Gubernur Pramono juga membuat kebijakan konkret lainnya, seperti penggratisan layanan Tr...

FBR Dukung Penuh Operasi Berantas Jaya 2025

SUARAKAUMBETAWI | Jakarta, – Forum Betawi Rempug (FBR) menyatakan dukungan penuhnya terhadap pelaksanaan Operasi Berantas Jaya 2025 yang digelar oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) mulai 9 Mei hingga 23 Mei 2025. Ketua Umum FBR, KH. Lutfi Hakim, menyebut pihaknya siap bersinergi dengan aparat keamanan guna menciptakan situasi kamtibmas yang kondusif dan bebas dari praktik-praktik premanisme. “Kami siap bersinergi dan bekerja sama dengan aparat keamanan guna menciptakan situasi kamtibmas yang kondusif,” ujar KH. Lutfi dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis, 8 Mei 2025. Ia menegaskan bahwa premanisme merupakan ancaman bagi ketertiban umum dan dapat merusak citra masyarakat Betawi. “Premanisme memang harus diberantas, siapa pun pelakunya, karena itu merusak citra masyarakat Betawi dan merugikan masyarakat,” katanya. Menurut KH. Lutfi, program Jaga Kampung yang telah dijalankan FBR akan terus diperkuat di tingkat akar rumput sebagai bentuk dukungan terhadap ...

MENYONGSONG 24 TAHUN FBR: DARI TUDUHAN NORAK DAN PENUH ANCAMAN, MENUJU PILAR BUDAYA BETAWI

SUARKAUMBETAWI | JAKARTA,- Salam rempug, dua puluh empat tahun sudah Forum Betawi Rempug (FBR) hadir di tengah masyarakat Jakarta dan sekitarnya. Sebuah perjalanan panjang bagi sebuah organisasi massa yang lahir dari semangat kebudayaan, identitas, dan solidaritas msayarakat Betawi. Meski tak luput dari kritik, kontroversi, bahkan upaya pembubaran, FBR tetap bertahan—terus tumbuh dan meluas hingga ke luar wilayah Jakarta, menyatukan masyarakat Betawi lintas batas dalam barisan kerempugan. Di saat banyak ormas dituding meniru gaya militer atau menampilkan wajah represif, FBR memilih jalur berbeda: jalur budaya dan kedaerahan. Gaya khas lokal Betawi dengan keluguan, kelugasan dan kesederhanaannya, yang sempat dicibir “norak” pada awal kemunculannya, justru menjadi ciri khas yang membedakan FBR dari organisasi lain. Gaya ini pula yang menjadikannya dekat dengan rakyat, bukan dengan kekuasaan. Tidak bisa dipungkiri, perjalanan FBR memang tidak selalu mulus. Ada masa ketika cit...