(Editorial Suara Kaum Betawi) SUARAKAUMBETAWI | JAKARTA, - Jakarta kembali gaduh oleh tawuran pelajar. Kekerasan demi kekerasan seperti tak kunjung usai, dan kita seolah kehabisan kata selain: “kenakalan remaja.” Padahal, ini bukan semata urusan anak-anak yang salah pergaulan. Ini tentang ruang yang hilang dan ketimpangan yang dipelihara. Baru-baru ini, ribuan pelamar—mayoritas lulusan D3 dan sarjana—berdesakan mendaftar sebagai petugas PPSU. Pekerjaan lapangan dengan upah pas-pasan menjadi rebutan. Pemandangan ini bukan hanya menyedihkan, tetapi juga menyentil nurani: negara gagal menyediakan ruang layak bagi tenaga terdidik. Dalam frustrasi itulah, kekerasan sosial tumbuh perlahan, dalam diam. Sementara itu, ormas kerap dijadikan kambing hitam. Pemerintah pusat dengan tegas menyebut beberapa ormas sebagai sumber keresahan. Tapi ironi terjadi ketika ormas-ormas yang dikritik justru tetap dilegalkan dan dibina. Negara seolah menepuk air di dulang, lalu terpercik muka ...