Langsung ke konten utama

FBR Peduli Salurkan 500 Nasi Kotak dan Paket Kebutuhan Pokok untuk Warga Kampung Rawa Indah

SUARAKAUMBETAWI | Jakarta Utara, — Forum Betawi Rempug (FBR) melalui program FBR Peduli menyalurkan bantuan kemanusiaan kepada warga terdampak di Kampung Rawa Indah, RT 17 RW 04, Kelurahan Kapuk Muara, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, Kamis (19/6).

Bantuan yang diberikan berupa 500 boks nasi kotak, serta sejumlah kebutuhan pokok harian seperti handuk, sabun mandi, dan sikat gigi. Kegiatan ini dilakukan sebagai bentuk kepedulian sosial FBR kepada masyarakat yang memerlukan uluran tangan.

Ketua FBR Peduli, Abdul Manan, mengatakan kegiatan ini merupakan bagian dari upaya berkelanjutan untuk membantu warga di berbagai wilayah Jakarta, khususnya mereka yang terdampak secara ekonomi maupun sosial.

“Kami ingin hadir langsung di tengah masyarakat. Bantuan ini mungkin tidak besar, tetapi kami berharap bisa bermanfaat dan mengurangi beban warga,” ujarnya.

Penyaluran bantuan dilakukan secara langsung dan berlangsung dengan tertib. Warga menyambut baik kehadiran FBR Peduli dan mengapresiasi perhatian yang diberikan, terutama dalam bentuk kebutuhan yang berguna untuk kehidupan sehari-hari.

Abdul Manan menambahkan, kegiatan sosial ini akan terus dilanjutkan secara bertahap ke wilayah-wilayah lain yang membutuhkan. Ia berharap gerakan ini bisa menjadi penguat nilai gotong royong dan kebersamaan di tengah masyarakat perkotaan.

“Kami berkomitmen menjaga nilai-nilai sosial dan budaya Betawi dengan cara nyata, salah satunya lewat kegiatan kemanusiaan seperti ini,” pungkasnya ***.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENYONGSONG 24 TAHUN FBR: DARI TUDUHAN NORAK DAN PENUH ANCAMAN, MENUJU PILAR BUDAYA BETAWI

SUARKAUMBETAWI | JAKARTA,- Salam rempug, dua puluh empat tahun sudah Forum Betawi Rempug (FBR) hadir di tengah masyarakat Jakarta dan sekitarnya. Sebuah perjalanan panjang bagi sebuah organisasi massa yang lahir dari semangat kebudayaan, identitas, dan solidaritas msayarakat Betawi. Meski tak luput dari kritik, kontroversi, bahkan upaya pembubaran, FBR tetap bertahan—terus tumbuh dan meluas hingga ke luar wilayah Jakarta, menyatukan masyarakat Betawi lintas batas dalam barisan kerempugan. Di saat banyak ormas dituding meniru gaya militer atau menampilkan wajah represif, FBR memilih jalur berbeda: jalur budaya dan kedaerahan. Gaya khas lokal Betawi dengan keluguan, kelugasan dan kesederhanaannya, yang sempat dicibir “norak” pada awal kemunculannya, justru menjadi ciri khas yang membedakan FBR dari organisasi lain. Gaya ini pula yang menjadikannya dekat dengan rakyat, bukan dengan kekuasaan. Tidak bisa dipungkiri, perjalanan FBR memang tidak selalu mulus. Ada masa ketika cit...

Ketum FBR Serukan Geruduk Trans7 dan Tuntut Permohonan Maaf

SUARAKAUMBETAWI | JAKARTA – Media sosial kembali diramaikan dengan tagar #BoikotTrans7, yang mendadak viral pada Selasa pagi, 14 Oktober 2025. Tagar tersebut muncul menyusul tayangan program Xpose Uncensored milik Trans7 yang dianggap menyinggung kehidupan di salah satu pondok pesantren ternama, Lirboyo di Kediri, Jawa Timur. Potongan video dari acara itu dinilai provokatif dan menuai kecaman dari warganet, khususnya kalangan santri dan alumni pesantren. Tayangan tersebut dianggap bersifat stereotip, agitatif, dan berpotensi merusak citra ulama tradisional. Ketua Umum FBR sekaligus Wakil Ketua PWNU DKI Jakarta, KH Lutfi Hakim, menyesalkan tayangan tersebut.  "Tidak hanya membahayakan citra seorang ulama tradisional, tetapi juga melecehkan kehidupan pesantren di Indonesia. Nilai-nilai Aswaja yang menekankan tazim dan adab terhadap ulama harus dihormati," ujar Lutfi Hakim dalam keterangan resminya, Selasa 14 Oktober 2025. Menurutnya, media massa memiliki tanggung j...

Premanisme Jalanan Dibasmi, Premanisme Berdasi Dibiarkan?

SUARAKAUMBETAWI | Jakarta, – Upaya aparat keamanan dalam menertibkan premanisme jalanan di berbagai sudut Jakarta mendapat apresiasi publik. Ketertiban memang bagian dari hak dasar warga negara. Pasar yang bersih dari pungli, terminal yang aman dari ancaman geng lokal, dan ruang publik yang bebas dari intimidasi adalah hal mendasar dalam kehidupan kota yang beradab. Namun, ketika aparat dengan sigap menangkap pelaku pungli di pasar, menyisir kawasan rawan, dan menertibkan lapak-lapak liar, muncul satu pertanyaan tajam dari benak masyarakat: mengapa negara terlihat begitu tegas kepada preman kecil di jalanan, namun begitu pelan—bahkan gamang—dalam menghadapi premanisme berdasi yang merampok uang negara secara sistemik? Pertanyaan ini bukan tanpa dasar. Di tengah publikasi besar-besaran mengenai razia preman jalanan, masyarakat justru melihat bayang-bayang lain yang tak kalah menyeramkan: korupsi berjamaah di balik proyek-proyek negara, kartel tambang, permainan anggaran sos...