Langsung ke konten utama

Imam Besar FBR: Pergub Lembaga Adat Betawi Harus Disegerakan

SUARAKAUMBETAWI | JAKARTA - Rangkaian penutupan Halal bi Halal Keluarga Besar Forum Betawi Rempug (FBR) se-Jabodetabek di Jakarta Timur dihadiri oleh Wakil Gubernur DK Jakarta, Rano Karno, yang akrab dipanggil Bang Doel.

Dalam sambutannya, Kyai Lutfi Hakim selaku Imam Besar FBR mengatakan pentingnya Peraturan Gubernur (Pergub) tentang Lembaga Adat Masyarakat Betawi dan akan menjadi kebijakan yang istimewa bagi pemerintahan Jakarta baru sekarang ini.

Lebih jauh Kyai Lutfi yang juga Wakil Ketua PWNU Jakarta ini menjelaskan Selama ini ruang aktivitas Masyarakat Betawi hanya beralaskan SK KUMHAM, jadi adalah hal wajar jika secara keorganisasian banyak memiliki kelemahan diantaranya pertama, tidak memiliki generasi muda atau baru yang dapat melanjutkan tradisi dan budaya Betawi.

Kedua, secara ekonomi kebudayaan tidak adanya pengembangan dan pemanfaatan yang dapat menumbuhkan ekonomi berdasarkan budaya. 

Terakhir, rendahnya keterlibatan Masyarakat Betawi dalam keikutsertaanya di dalam
Pembangunan budaya, memiliki kecenderungan bersikap pragmatis dan
transaksional, serta rendahnya visi budaya dalam satu kesatuan ekosistem Bersama.

“Sejak diundangkannya UU Nomor 2 Tahun 2024, kami FBR sangat bersyukur dengan adanya frase Lembaga Adat dan Kebudayaan Betawi sebagai bagian dalam melindungi, memanfaatkan, mengembangkan dan membina kebudayaan Betawi,” katanya.

Untuk menindaklanjuti apa yang diamanahakan dalam UU No. 2/2024 masyarakat Betawi menginginkan
agar;

1. Pergub Lembaga Adat Masyarakat Betawi atau LAM Betawi menjadi kebutuhan yang disegerakan untuk perlindungan secara hukum dan kelembagaan dalam rangka pemajuan kebudayaan Betawi;

2. Sebagai momentum Bersama antara Pemeritah Daerah dan Masyarakat Betawi kami menginginkan saat pelaksanaan Lebaran Betawi Pergub dapat dijadikan seserahan teristimewa bagi Masyarakat dan tokoh Betawi yang hadir pada gelaran adat Lebaran Betawi 27 April 2025.

3. 27 April atau saat Lebaran Betawi akan menjadi hari bersejarah sekaligus dapat menjadi bagian dari program utamanya Gubernur dan Wakil Gubernur.

4. Secara hukum, Pergub LAM Betawi akan mengakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat dan tidak bertentangan dengan perundang-undangan yang berlaku baik yang tertuang dalam uu 11/12 dan uu pemerintahan daerah karena bersifat deskresi atau pendelegasian dari pemerintah daerah dalam hal kewenangan pemajuan kebudayaan Betawi.

5. Selain itu, Pemerintahan Daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan Pemerintahan menurut Asas Otonomi dan Tugas Pembantuan dan diberikan otonomi yang seluas-luasnya.

6. Berdasarkan penjelasan di atas, Pergub juga dapat diterbitkan tanpa adanya Perda Provinsi, asalkan hal yang diatur oleh Pergub merupakan urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah provinsi. Dengan demikian Pergub dapat diterbitkan bukan berdasarkan amanat Perda Provinsi, tetapi berdasarkan kewenangan yang dimiliki Gubernur.

Contoh Pergub yang diterbitkan tanpa didasarkan pembuatan Perda Provinsi sebelumnya, misalnya Pergub DKI Jakarta No. 53 Tahun 2006 tentang Pelayanan Administrasi Kependudukan dan Catatan Sipil Penganut Agama Konghucu (“Pergub DKI Jakarta
53/2006”).

“Sebagai contoh lain dapat kita lihat di Pergub DKI Jakarta No. 11 Tahun 2009 tentang Jam Masuk Sekolah (“Pergub DKI Jakarta 11/2009”)”, pungkasnya.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENYONGSONG 24 TAHUN FBR: DARI TUDUHAN NORAK DAN PENUH ANCAMAN, MENUJU PILAR BUDAYA BETAWI

SUARKAUMBETAWI | JAKARTA,- Salam rempug, dua puluh empat tahun sudah Forum Betawi Rempug (FBR) hadir di tengah masyarakat Jakarta dan sekitarnya. Sebuah perjalanan panjang bagi sebuah organisasi massa yang lahir dari semangat kebudayaan, identitas, dan solidaritas msayarakat Betawi. Meski tak luput dari kritik, kontroversi, bahkan upaya pembubaran, FBR tetap bertahan—terus tumbuh dan meluas hingga ke luar wilayah Jakarta, menyatukan masyarakat Betawi lintas batas dalam barisan kerempugan. Di saat banyak ormas dituding meniru gaya militer atau menampilkan wajah represif, FBR memilih jalur berbeda: jalur budaya dan kedaerahan. Gaya khas lokal Betawi dengan keluguan, kelugasan dan kesederhanaannya, yang sempat dicibir “norak” pada awal kemunculannya, justru menjadi ciri khas yang membedakan FBR dari organisasi lain. Gaya ini pula yang menjadikannya dekat dengan rakyat, bukan dengan kekuasaan. Tidak bisa dipungkiri, perjalanan FBR memang tidak selalu mulus. Ada masa ketika cit...

KH Lutfi Hakim Menyambut Baik Pembangunan Tugu Golok Cakung

SUARAKAUMBETAWI | Jakarta, - Golok Cakung berdasarkan SK Gubernur Nomor 91 Tahun 2022 telah ditetapkan sebagai Benda Cagar Budaya. Oleh karena itu, sebagai upaya untuk melestarikan dan mengenalkannya kepada masyarakat, Dinas Kebudayaan Propinsi DKI Jakarta pada Tahun Anggaran 2024 berencana membangun Tugu Golok Cakung yang berlokasi di Jalan Raya Hamengkubuwono IX (dahulu Jalan Raya Bekasi) RT 002/02 Kelurahan Cakung Barat Kecamatan Cakung Jakarta Timur. Lokasi tersebut merupakan hasil rapat pada hari Senin (19/8) di kantor Kecamatan Cakung yang dipimpin oleh Camat Cakung. Turut hadir dalam rapat itu, utusan dari Dinas Kebudayaan Propinsi DKI Jakarta, Sudin Kebudayaan Kotamadya Jakarta Timur, Ketua Umum Forum Betawi Rempug (FBR), Ketua Forkabi Jakarta Timur, Ketua Gardu FBR setempat dan beberapa tokoh Betawi kampung Cakung selaku pemilik, pecinta dan simpatisan golok Cakung. Menurut Kyai Lutfi Hakim, pemilihan lokasi tugu tersebut tidak bisa dilepaskan dari aspek sejarah,...

Imam Besar FBR: Terjemahan Al-Qur’an Bahasa Betawi Bentuk Pengakuan Eksistensi Bahasa Betawi

SUARAKAUMBETAWI | Jakarta,- Puslitbang Lektur Khazanah Keagamaan dan Manajemen Organisasi (LKKMO) Kementerian Agama RI berkolaborasi dengan Pusat Studi Betawi (PSB) UIN Jakarta untuk menerjemahkan Al-Qur’an ke dalam Bahasa Betawi. Kick offnya dilaksanakan pada bulan Ramadhan 1445 H yang lalu, dan dilanjutkan dengan Fullboard Meeting Pembahasan Hasil Terjemahan tersebut sejak Rabu-Jumat (10-12/7). Imam Besar Forum Betawi Rempug, KH Lutfi Hakim, sebagai salah satu peserta yang terlibat di dalamnya memberikan apresiasi dan penghargaan yang setinggi-tingginya atas upaya tersebut. Menurutnya, hal ini merupakan bentuk pengakuan terhadap eksistensi bahasa Betawi sebagai bahasa penutur keempat terbesar yang digunakan oleh masyarakat Indonesia. Lebih jauh, Kyai Lutfi Hakim, yang juga Ketua Bidang Seni dan Budaya MUI Jakarta ini mengatakan bahwa Penerjemahan ini sejalan dengan aspirasi masyarakat Betawi di dalam melestarikan bahasa Betawi. “Ini merupakan kerja ibadah, yang denganny...