Langsung ke konten utama

Pramono-Rano dan Gus Reza Sarapan Jengkol di Kediaman Ketua FBR

SUARAKAUMBETAWI | JAKARTA -  Pasangan Calon Gubernur (Cagub) dan Calon Wakil Gubernur (Cawagub) Jakarta Nomor Urut 3, Pramono Anung dan Rano Karno bersama Pimpinan Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, KH Reza Ahmad Zahid (Gus Reza) sarapan di kediaman Ketua Umum Forum Betawi Rempug (FBR), Luthfi Hakim, Jakarta, Kamis (3/10/2024).

Mereka menyantap sajian sarapan menu jengkol khas Betawi. Terlihat keempat tokoh tersebut sangat lahap menikmati masakan itu. Bahkan, Pramono mengaku 'nambah' menyantap makanan jengkol yang disajikan.

"Saya sampai makan tiga. Saya memang suka sekali dengan jengkol. Jadi, mohon maaf kalau nanti agak ada bau-baunya," kata Pramono Anung sambil tertawa.

Menurut Luthfi, sarapan hari ini bertambah nikmat karena kehadiran Gus Reza langsung dari Lirboyo Kediri. Sebab menurut Luthfi, banyak anggota FBR yang hadir saat ini merupakan alumni dari pondok pesantren terbaik di Jawa Timur itu.

"Makanya guru kami juga hadir di sini, Gus Reza Ahmad Zahid untuk mendampingi beliau. Artinya banyak pengurus dan pendiri FBR bersama-sama Mas Pram pernah merasakan air Kediri dan pecel Kediri," kata Luthfi.

Sementara itu, Rano Karno yang sebelumnya sudah pernah melakukan pertemuan dengan Luthfi agak menyesal karena saat pertemuan dulu Rano tidak mendapatkan hidangan yang sama. Tapi, hal itu terbayarkan saat pertemuan kali ini, Rano bisa menikmati menu makanan yang enak bersama dengan para pimpinan ponpes dan FBR.

"Makanya jangan datang kepagian, Belum bisa dapatkan jengkol," kata Rano dengan nada bicara bercanda.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENYONGSONG 24 TAHUN FBR: DARI TUDUHAN NORAK DAN PENUH ANCAMAN, MENUJU PILAR BUDAYA BETAWI

SUARKAUMBETAWI | JAKARTA,- Salam rempug, dua puluh empat tahun sudah Forum Betawi Rempug (FBR) hadir di tengah masyarakat Jakarta dan sekitarnya. Sebuah perjalanan panjang bagi sebuah organisasi massa yang lahir dari semangat kebudayaan, identitas, dan solidaritas msayarakat Betawi. Meski tak luput dari kritik, kontroversi, bahkan upaya pembubaran, FBR tetap bertahan—terus tumbuh dan meluas hingga ke luar wilayah Jakarta, menyatukan masyarakat Betawi lintas batas dalam barisan kerempugan. Di saat banyak ormas dituding meniru gaya militer atau menampilkan wajah represif, FBR memilih jalur berbeda: jalur budaya dan kedaerahan. Gaya khas lokal Betawi dengan keluguan, kelugasan dan kesederhanaannya, yang sempat dicibir “norak” pada awal kemunculannya, justru menjadi ciri khas yang membedakan FBR dari organisasi lain. Gaya ini pula yang menjadikannya dekat dengan rakyat, bukan dengan kekuasaan. Tidak bisa dipungkiri, perjalanan FBR memang tidak selalu mulus. Ada masa ketika cit...

Ketum FBR Serukan Geruduk Trans7 dan Tuntut Permohonan Maaf

SUARAKAUMBETAWI | JAKARTA – Media sosial kembali diramaikan dengan tagar #BoikotTrans7, yang mendadak viral pada Selasa pagi, 14 Oktober 2025. Tagar tersebut muncul menyusul tayangan program Xpose Uncensored milik Trans7 yang dianggap menyinggung kehidupan di salah satu pondok pesantren ternama, Lirboyo di Kediri, Jawa Timur. Potongan video dari acara itu dinilai provokatif dan menuai kecaman dari warganet, khususnya kalangan santri dan alumni pesantren. Tayangan tersebut dianggap bersifat stereotip, agitatif, dan berpotensi merusak citra ulama tradisional. Ketua Umum FBR sekaligus Wakil Ketua PWNU DKI Jakarta, KH Lutfi Hakim, menyesalkan tayangan tersebut.  "Tidak hanya membahayakan citra seorang ulama tradisional, tetapi juga melecehkan kehidupan pesantren di Indonesia. Nilai-nilai Aswaja yang menekankan tazim dan adab terhadap ulama harus dihormati," ujar Lutfi Hakim dalam keterangan resminya, Selasa 14 Oktober 2025. Menurutnya, media massa memiliki tanggung j...

Premanisme Jalanan Dibasmi, Premanisme Berdasi Dibiarkan?

SUARAKAUMBETAWI | Jakarta, – Upaya aparat keamanan dalam menertibkan premanisme jalanan di berbagai sudut Jakarta mendapat apresiasi publik. Ketertiban memang bagian dari hak dasar warga negara. Pasar yang bersih dari pungli, terminal yang aman dari ancaman geng lokal, dan ruang publik yang bebas dari intimidasi adalah hal mendasar dalam kehidupan kota yang beradab. Namun, ketika aparat dengan sigap menangkap pelaku pungli di pasar, menyisir kawasan rawan, dan menertibkan lapak-lapak liar, muncul satu pertanyaan tajam dari benak masyarakat: mengapa negara terlihat begitu tegas kepada preman kecil di jalanan, namun begitu pelan—bahkan gamang—dalam menghadapi premanisme berdasi yang merampok uang negara secara sistemik? Pertanyaan ini bukan tanpa dasar. Di tengah publikasi besar-besaran mengenai razia preman jalanan, masyarakat justru melihat bayang-bayang lain yang tak kalah menyeramkan: korupsi berjamaah di balik proyek-proyek negara, kartel tambang, permainan anggaran sos...