Langsung ke konten utama

Berkah Idul Adha, PWI Jakarta Barat Bagikan Daging Kurban untuk Warga Cengkareng

SUARAKAUMBETAWI | JAKARTA, – Pada hari raya Idul Adha 10 Dzulhijjah 1446 Hijriyah, suasana penuh kebersamaan terasa di tengah masyarakat RT 013, RW 004, Rawa Buaya, Cengkareng, Jakarta Barat. Kelompok Kerja Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jakarta Barat, dengan penuh semangat, melaksanakan pemotongan tiga ekor kambing sebagai simbol keteladanan Nabi Ibrahim Alaihi Salam dan Nabi Ismail Alaihi Salam dalam menjalankan perintah Allah Subhanahu Wa Ta'ala.

Kegiatan yang berlangsung pada Jumat, 6 Juni 2025 ini merupakan tahun pertama di bawah kepemimpinan Noto Prayitno, yang akrab disapa Renoto. Dengan penuh kesungguhan, PWI Jakarta Barat ingin memberikan makna lebih dari sekadar ritual kurban.

"Kegiatan ini adalah bentuk penghormatan kami terhadap keteladanan Nabi Ibrahim dan keluarga beliau, yang dengan ikhlas dan penuh tawakal menjalankan perintah Allah. Ini adalah pelajaran berharga tentang makna pengorbanan dan keikhlasan," ujar Renoto, Jumat (6/6/2025).

Namun, yang lebih istimewa, tahun ini, PWI Jakarta Barat memilih untuk melaksanakan pemotongan hewan kurban di tengah-tengah pemukiman warga. Tujuannya jelas, untuk lebih mempererat tali silaturahmi dengan masyarakat setempat, serta menjadikan ibadah kurban sebagai ajang berbagi kebahagiaan dan keberkahan bersama. “Kami sengaja melaksanakan kurban di sini, di tengah-tengah warga. Agar kami bisa lebih dekat dan merasakan kebersamaan dengan masyarakat sekitar,” jelas Renoto.

Kegiatan ini pun tidak hanya menyentuh hati para wartawan, tetapi juga menggerakkan warga sekitar untuk berpartisipasi. Salah satunya adalah H. Sulaiman (56), seorang warga setempat yang turut merasakan kegembiraan dan rasa terima kasih.

"Terima kasih kepada Pokja PWI Jakarta Barat yang telah hadir dan berbagi kebahagiaan dengan kami. Ini adalah momen langka, kami bisa merayakan Idul Adha bersama-sama para wartawan. Ini adalah kehormatan bagi kami," ungkapnya.

Pemberian daging kurban kepada warga sekitar pun menjadi momen yang tak terlupakan. Sebagai bagian dari upaya untuk menciptakan rasa kebersamaan yang lebih erat, daging kurban dibagikan langsung kepada warga yang membutuhkan, menyentuh hati mereka yang menerima.

Menutup rangkaian kegiatan, Renoto menyampaikan rasa terima kasih yang mendalam kepada semua pihak yang telah mendukung jalannya acara tersebut. "Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak, baik dari Pokja Wali Kota, Pokja Kejaksaan dan Pengadilan Negeri, serta Pokja Polres Metro Jakarta Barat, yang telah bekerja sama untuk menyukseskan kegiatan ini. Semoga ibadah kurban ini membawa berkah dan menjadi ladang pahala bagi kita semua," tutupnya.

Di balik kesibukan dunia jurnalistik yang penuh tantangan, acara ini menjadi pengingat akan pentingnya kebersamaan, berbagi, dan berkurban demi kebaikan bersama. Inilah wujud nyata dari nilai-nilai kemanusiaan yang harus selalu kita jaga, baik sebagai individu, maupun sebagai bagian dari komunitas yang lebih besar.*

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENYONGSONG 24 TAHUN FBR: DARI TUDUHAN NORAK DAN PENUH ANCAMAN, MENUJU PILAR BUDAYA BETAWI

SUARKAUMBETAWI | JAKARTA,- Salam rempug, dua puluh empat tahun sudah Forum Betawi Rempug (FBR) hadir di tengah masyarakat Jakarta dan sekitarnya. Sebuah perjalanan panjang bagi sebuah organisasi massa yang lahir dari semangat kebudayaan, identitas, dan solidaritas msayarakat Betawi. Meski tak luput dari kritik, kontroversi, bahkan upaya pembubaran, FBR tetap bertahan—terus tumbuh dan meluas hingga ke luar wilayah Jakarta, menyatukan masyarakat Betawi lintas batas dalam barisan kerempugan. Di saat banyak ormas dituding meniru gaya militer atau menampilkan wajah represif, FBR memilih jalur berbeda: jalur budaya dan kedaerahan. Gaya khas lokal Betawi dengan keluguan, kelugasan dan kesederhanaannya, yang sempat dicibir “norak” pada awal kemunculannya, justru menjadi ciri khas yang membedakan FBR dari organisasi lain. Gaya ini pula yang menjadikannya dekat dengan rakyat, bukan dengan kekuasaan. Tidak bisa dipungkiri, perjalanan FBR memang tidak selalu mulus. Ada masa ketika cit...

KH Lutfi Hakim Menyambut Baik Pembangunan Tugu Golok Cakung

SUARAKAUMBETAWI | Jakarta, - Golok Cakung berdasarkan SK Gubernur Nomor 91 Tahun 2022 telah ditetapkan sebagai Benda Cagar Budaya. Oleh karena itu, sebagai upaya untuk melestarikan dan mengenalkannya kepada masyarakat, Dinas Kebudayaan Propinsi DKI Jakarta pada Tahun Anggaran 2024 berencana membangun Tugu Golok Cakung yang berlokasi di Jalan Raya Hamengkubuwono IX (dahulu Jalan Raya Bekasi) RT 002/02 Kelurahan Cakung Barat Kecamatan Cakung Jakarta Timur. Lokasi tersebut merupakan hasil rapat pada hari Senin (19/8) di kantor Kecamatan Cakung yang dipimpin oleh Camat Cakung. Turut hadir dalam rapat itu, utusan dari Dinas Kebudayaan Propinsi DKI Jakarta, Sudin Kebudayaan Kotamadya Jakarta Timur, Ketua Umum Forum Betawi Rempug (FBR), Ketua Forkabi Jakarta Timur, Ketua Gardu FBR setempat dan beberapa tokoh Betawi kampung Cakung selaku pemilik, pecinta dan simpatisan golok Cakung. Menurut Kyai Lutfi Hakim, pemilihan lokasi tugu tersebut tidak bisa dilepaskan dari aspek sejarah,...

Premanisme Jalanan Dibasmi, Premanisme Berdasi Dibiarkan?

SUARAKAUMBETAWI | Jakarta, – Upaya aparat keamanan dalam menertibkan premanisme jalanan di berbagai sudut Jakarta mendapat apresiasi publik. Ketertiban memang bagian dari hak dasar warga negara. Pasar yang bersih dari pungli, terminal yang aman dari ancaman geng lokal, dan ruang publik yang bebas dari intimidasi adalah hal mendasar dalam kehidupan kota yang beradab. Namun, ketika aparat dengan sigap menangkap pelaku pungli di pasar, menyisir kawasan rawan, dan menertibkan lapak-lapak liar, muncul satu pertanyaan tajam dari benak masyarakat: mengapa negara terlihat begitu tegas kepada preman kecil di jalanan, namun begitu pelan—bahkan gamang—dalam menghadapi premanisme berdasi yang merampok uang negara secara sistemik? Pertanyaan ini bukan tanpa dasar. Di tengah publikasi besar-besaran mengenai razia preman jalanan, masyarakat justru melihat bayang-bayang lain yang tak kalah menyeramkan: korupsi berjamaah di balik proyek-proyek negara, kartel tambang, permainan anggaran sos...