Langsung ke konten utama

KH Lutfi Hakim: Jakarta Kota Global Berbudaya Bukan Sekadar Gagasan



SUARAKAUMBETAWI | Jakarta – Menjelang satu tahun kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung dan Wakil Gubernur Rano Karno, Ketua Umum Forum Betawi Rempug (FBR) KH Lutfi Hakim buka-bukaan mengenai arah baru pembangunan Jakarta sebagai kota global berbudaya.

Ia menegaskan, langkah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di bawah kepemimpinan Pramono–Rano bukan sekadar pencitraan, melainkan strategi reflektif dan visioner dalam menjawab tantangan besar setelah Jakarta tidak lagi menyandang status ibu kota negara.

“Jakarta boleh modern, tapi tidak boleh tercerabut dari akar budayanya,” ujar KH Lutfi Hakim dalam keterangan resmi di Jakarta, Jum’at (15/11/2025).

Menurutnya, gagasan Jakarta Kota Global Berbudaya merupakan pesan penting agar pembangunan kota tidak kehilangan rohnya. Tema tersebut, yang pertama kali dicanangkan pada HUT ke-498 Kota Jakarta, menjadi tonggak arah moral pembangunan menjelang lima abad usia kota.

 “Momentum itu bukan sekadar seremonial, tapi penegasan jati diri Jakarta di tengah arus modernisasi yang sejalan dengan kegelisahan masyarakat global, bukan agenda asing dalam tanda kutip,” tegasnya.

KH Lutfi kemudian menautkan gagasan itu dengan dinamika global, salah satunya melalui Konferensi Perubahan Iklim PBB ke-30 (COP30) yang tengah berlangsung di Belém, Brasil. Dalam konferensi tersebut, dunia menyepakati enam tema besar kebijakan iklim masa depan. Salah satunya, Fostering Human and Social Development, menekankan pentingnya pelestarian budaya dan perlindungan warisan budaya (cultural heritage protection) sebagai bagian integral dari aksi iklim global.

“Jakarta sudah lebih dulu bicara soal itu. Saat dunia baru menimbang, kita sudah melangkah. Isu yang kami bawa bukan kaleng-kaleng. Ini menyentuh keresahan masyarakat dunia bagaimana kota modern tetap menjaga kemanusiaan dan kebudayaannya,” paparnya.

Transformasi Jakarta menuju kota global berbudaya, lanjutnya, juga memiliki dasar hukum yang kuat, yakni Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2024 tentang Daerah Khusus Jakarta (DKJ). Regulasi ini menegaskan tiga arah utama pembangunan: Jakarta sebagai kota global, pusat ekonomi nasional, dan kota berkelanjutan. Namun, di antara ambisi tersebut, terdapat amanat penting tentang pelestarian budaya lokal sebagai identitas dan karakter kota.

“Pemprov tidak asal melangkah. Semua melewati proses panjang, termasuk arah yang ditetapkan dalam UU DKJ,” jelas KH Lutfi.

Dalam konteks perubahan besar itu, Forum Betawi Rempug (FBR) tampil sebagai ormas Betawi pertama yang membaca arah kebijakan baru Jakarta. Jauh sebelum gagasan kota global berbudaya menjadi tema resmi pemerintah, FBR telah mendorong pembentukan lembaga adat sebagai amanat undang-undang untuk menjaga identitas Betawi di tengah arus modernisasi.

Bahkan ketika undang-undang masih dalam tahap rancangan, KH Lutfi bersama para pemikir muda Betawi melakukan roadshow melalui Kaukus Muda Betawi, berkeliling menemui fraksi-fraksi di DPR RI agar frasa “lembaga adat” masuk dalam UU DKJ.

“Alhamdulillah, perjuangan itu akhirnya diakomodir pemerintah pusat dan legislatif,” ungkapnya.

Dorongan tersebut kemudian melahirkan Lembaga Adat Masyarakat Betawi (LAM Betawi) — wadah penjaga nilai, moral, dan budaya Betawi, sekaligus poros bagi seluruh instrumen pelestarian kebudayaan lokal.

KH Lutfi menilai, menjadi kota global menuntut daya saing tinggi, namun tanpa budaya, pembangunan akan kehilangan arah. Karena itu, ia mengapresiasi komitmen kepemimpinan Pramono Anung dan Rano Karno yang menandatangani fakta integritas bersama masyarakat Betawi, sebagai bentuk jaminan bahwa pembangunan Jakarta tidak akan meninggalkan nilai-nilai lokalnya.

KH Lutfi menyebut, Jakarta kini memasuki miqot baru, titik balik sejarah menuju peran global yang berakar pada kearifan lokal. Menurutnya, kesadaran masyarakat Betawi sendiri menjadi bagian penting dari perjalanan ini menuju masa depan Betawi.

“Ini bukan hanya tugas gubernur, tapi milik kita bersama,” ujarnya.

Lebih lanjut, ia berharap visi tersebut tidak berhenti di masa kepemimpinan Pramono Anung dan Rano Karno. Pemimpin berikutnya, kata dia, perlu melanjutkan arah yang sama: menjadi global tanpa kehilangan akar. ***

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENYONGSONG 24 TAHUN FBR: DARI TUDUHAN NORAK DAN PENUH ANCAMAN, MENUJU PILAR BUDAYA BETAWI

SUARKAUMBETAWI | JAKARTA,- Salam rempug, dua puluh empat tahun sudah Forum Betawi Rempug (FBR) hadir di tengah masyarakat Jakarta dan sekitarnya. Sebuah perjalanan panjang bagi sebuah organisasi massa yang lahir dari semangat kebudayaan, identitas, dan solidaritas msayarakat Betawi. Meski tak luput dari kritik, kontroversi, bahkan upaya pembubaran, FBR tetap bertahan—terus tumbuh dan meluas hingga ke luar wilayah Jakarta, menyatukan masyarakat Betawi lintas batas dalam barisan kerempugan. Di saat banyak ormas dituding meniru gaya militer atau menampilkan wajah represif, FBR memilih jalur berbeda: jalur budaya dan kedaerahan. Gaya khas lokal Betawi dengan keluguan, kelugasan dan kesederhanaannya, yang sempat dicibir “norak” pada awal kemunculannya, justru menjadi ciri khas yang membedakan FBR dari organisasi lain. Gaya ini pula yang menjadikannya dekat dengan rakyat, bukan dengan kekuasaan. Tidak bisa dipungkiri, perjalanan FBR memang tidak selalu mulus. Ada masa ketika cit...

Ketum FBR Serukan Geruduk Trans7 dan Tuntut Permohonan Maaf

SUARAKAUMBETAWI | JAKARTA – Media sosial kembali diramaikan dengan tagar #BoikotTrans7, yang mendadak viral pada Selasa pagi, 14 Oktober 2025. Tagar tersebut muncul menyusul tayangan program Xpose Uncensored milik Trans7 yang dianggap menyinggung kehidupan di salah satu pondok pesantren ternama, Lirboyo di Kediri, Jawa Timur. Potongan video dari acara itu dinilai provokatif dan menuai kecaman dari warganet, khususnya kalangan santri dan alumni pesantren. Tayangan tersebut dianggap bersifat stereotip, agitatif, dan berpotensi merusak citra ulama tradisional. Ketua Umum FBR sekaligus Wakil Ketua PWNU DKI Jakarta, KH Lutfi Hakim, menyesalkan tayangan tersebut.  "Tidak hanya membahayakan citra seorang ulama tradisional, tetapi juga melecehkan kehidupan pesantren di Indonesia. Nilai-nilai Aswaja yang menekankan tazim dan adab terhadap ulama harus dihormati," ujar Lutfi Hakim dalam keterangan resminya, Selasa 14 Oktober 2025. Menurutnya, media massa memiliki tanggung j...

Premanisme Jalanan Dibasmi, Premanisme Berdasi Dibiarkan?

SUARAKAUMBETAWI | Jakarta, – Upaya aparat keamanan dalam menertibkan premanisme jalanan di berbagai sudut Jakarta mendapat apresiasi publik. Ketertiban memang bagian dari hak dasar warga negara. Pasar yang bersih dari pungli, terminal yang aman dari ancaman geng lokal, dan ruang publik yang bebas dari intimidasi adalah hal mendasar dalam kehidupan kota yang beradab. Namun, ketika aparat dengan sigap menangkap pelaku pungli di pasar, menyisir kawasan rawan, dan menertibkan lapak-lapak liar, muncul satu pertanyaan tajam dari benak masyarakat: mengapa negara terlihat begitu tegas kepada preman kecil di jalanan, namun begitu pelan—bahkan gamang—dalam menghadapi premanisme berdasi yang merampok uang negara secara sistemik? Pertanyaan ini bukan tanpa dasar. Di tengah publikasi besar-besaran mengenai razia preman jalanan, masyarakat justru melihat bayang-bayang lain yang tak kalah menyeramkan: korupsi berjamaah di balik proyek-proyek negara, kartel tambang, permainan anggaran sos...