Langsung ke konten utama

Pitung Jaman Now

SUARAKAUMBETAWI | Jakarta, - Julukan “Pitung Jaman Now” terasa pas melekat pada sosok yang dikenal berani dan konsisten dalam memperjuangkan keadilan di tengah tantangan yang terus mengelilinginya. Di tengah hiruk-pikuk politik, di mana uang, kekuasaan, dan kendaraan mewah sering kali menjadi umpan untuk mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang, Pitung Jaman Now tetap berdiri teguh pada prinsipnya. Ia adalah lambang keberanian dan integritas yang tidak bisa dibeli dengan materi.

Pitung Jaman Now, yang sebenarnya adalah seorang aktivis sosial dari Betawi, memiliki latar belakang yang kuat dalam membela keadilan. Dengan keberanian yang luar biasa, ia berjuang melawan berbagai bentuk penistaan dan penindasan yang dialami oleh masyarakat, termasuk kasus penistaan yang melibatkan Suswono, calon wakil gubernur yang menjadi sorotan publik. Pitung percaya bahwa keadilan harus ditegakkan tanpa pamrih, dan ia menolak segala tawaran yang berusaha menggoyahkan pendiriannya.

Ketika tawaran uang, kendaraan mewah, atau posisi strategis datang menghampirinya, Pitung dengan tegas menolak. Baginya, semua itu hanyalah godaan yang bertujuan untuk mengalihkan fokus dari tujuan utama, yaitu menegakkan keadilan. Ia memahami betul bahwa pertempuran ini bukanlah soal materi, tetapi tentang komitmen dan konsistensi dalam membela nilai-nilai yang diyakininya. Dalam pandangannya, sebagai seorang anak Betawi, ia merasa memiliki tanggung jawab moral untuk berjuang demi kebenaran dan keadilan bagi bangsanya.

Pitung menyadari bahwa penistaan yang dilakukan oleh Suswono bukanlah sekadar masalah individu atau satu pihak semata. Situasi ini lebih luas dan berkaitan erat dengan dinamika politik yang tengah berlangsung, terutama menjelang Pilkada Jakarta. Pitung menegaskan bahwa penistaan yang terjadi tidak boleh dikaitkan langsung dengan proses politik ataupun kepentingan manapun. Ia berpendapat bahwa hukum penistaan seharusnya tidak hanya tertuju kepada kelompok minoritas, tetapi juga harus diterapkan secara adil tanpa pandang bulu.

Ia mengamati dengan cermat bagaimana penegakan hukum sering kali melibatkan bias, di mana tindakan penistaan yang dilakukan oleh kader-kader dari partai tertentu justru dibenarkan oleh pendukungnya. Ujung-ujungnya, ini menimbulkan kesan bahwa hanya kelompok tertentu saja yang layak untuk mendapatkan keadilan, sementara kelompok lain harus menghadapi konsekuensi yang lebih berat. Pitung percaya bahwa, sebagai masyarakat yang beradab, seharusnya kita bersatu dalam menolak segala bentuk penistaan dan menjaga martabat bersama.

Dalam setiap aksi dan orasi yang dilakukannya, Pitung berusaha menyalurkan semangat perjuangan masyarakat Betawi yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Ia ingin masyarakat sadar bahwa setiap individu memiliki hak untuk menyuarakan kebenaran dan keadilan, tanpa takut akan segala konsekuensi yang mungkin dihadapi. Keberaniannya dalam menegakkan prinsip-prinsip ini memberi inspirasi bagi banyak orang di sekitarnya. Banyak aktivis muda yang terpengaruh oleh semangat Pitung, dan mereka pun turut berjuang bersama dalam menuntut keadilan.

Keberanian Pitung dalam memperjuangkan keadilan bukanlah tanpa risiko. Ia sering kali menghadapi ancaman dan intimidasi dari pihak-pihak yang merasa terganggu dengan tindakan dan pendapatnya. Namun, Pitung tidak pernah mengizinkan rasa takut menguasai dirinya. Ia percaya bahwa ketakutan hanya akan menghambat langkah-langkahnya dalam memperjuangkan keadilan. Dengan keyakinan penuh, ia terus melangkah, mengajak masyarakat untuk bersatu dan saling mendukung.

Menghadapi situasi yang semakin kompleks, Pitung juga menekankan pentingnya pendidikan dan kesadaran hukum di kalangan masyarakat. Ia percaya bahwa pemahaman yang baik tentang hukum dapat membantu masyarakat untuk lebih bijaksana dalam menilai tindakan penistaan yang terjadi. Hal ini juga akan mendorong masyarakat untuk berani bersuara dan melawan ketidakadilan yang ada.

Semangat Pitung tidak hanya berfokus pada satu kasus, tetapi juga menyentuh isu-isu sosial yang lebih luas. Ia mengajak masyarakat untuk melihat ke dalam diri sendiri dan mengevaluasi sikap serta tindakan mereka terhadap isu-isu ketidakadilan. Ia percaya bahwa perubahan sosial yang signifikan dapat dimulai dari kesadaran individu, yang kemudian akan melahirkan gerakan kolektif untuk mencapai keadilan yang lebih baik.

Dalam konteks Pilkada Jakarta yang sedang berlangsung, Pitung mengajak seluruh masyarakat untuk tidak terjebak dalam politik yang menyudutkan satu sama lain. Ia berpendapat bahwa pilkada seharusnya menjadi moment yang membawa harapan baru bagi masyarakat, bukan justru menambah perpecahan. Pitung menekankan bahwa semua pihak harus mengedepankan prinsip keadilan dan martabat dalam setiap langkah yang diambil, baik sebagai individu maupun sebagai bagian dari masyarakat yang lebih besar.

Masyarakat perlu diajak untuk berpikir kritis dan tidak terpengaruh oleh informasi yang menyesatkan. Pitung berharap agar setiap individu dapat mengambil peran aktif dalam menjaga keadilan dan mendukung calon-calon pemimpin yang memiliki integritas serta komitmen terhadap rakyat. Ini adalah bagian dari upaya bersama untuk menciptakan Pilkada yang bermartabat, aman, dan damai.

Dalam setiap langkah perjuangannya, Pitung Jaman Now mengingatkan kita bahwa keadilan bukanlah sebuah tujuan yang mudah dicapai. Namun, dengan keberanian dan konsistensi, kita bisa bersama-sama mencapainya. Ia terus berjuang untuk memastikan bahwa suara masyarakat, terutama yang terpinggirkan, didengar dan diperhitungkan dalam setiap kebijakan yang diambil. Dengan harapan dan tekad yang kuat, Pitung berusaha menggugah kesadaran masyarakat akan pentingnya solidaritas dan tindakan kolektif dalam menghadapi isu-isu ketidakadilan.

Dalam perjalanan panjang ini, Pitung Jaman Now bukan hanya menjadi teladan bagi generasi muda, tetapi juga menjadi simbol perlawanan terhadap ketidakadilan di tengah masyarakat. Ia mengajak kita semua untuk bersatu dan melawan penistaan, serta mengedepankan nilai-nilai keadilan yang seharusnya menjadi landasan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Hanya dengan cara ini, kita bisa mewujudkan sebuah masyarakat yang adil, makmur, dan bermartabat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENYONGSONG 24 TAHUN FBR: DARI TUDUHAN NORAK DAN PENUH ANCAMAN, MENUJU PILAR BUDAYA BETAWI

SUARKAUMBETAWI | JAKARTA,- Salam rempug, dua puluh empat tahun sudah Forum Betawi Rempug (FBR) hadir di tengah masyarakat Jakarta dan sekitarnya. Sebuah perjalanan panjang bagi sebuah organisasi massa yang lahir dari semangat kebudayaan, identitas, dan solidaritas msayarakat Betawi. Meski tak luput dari kritik, kontroversi, bahkan upaya pembubaran, FBR tetap bertahan—terus tumbuh dan meluas hingga ke luar wilayah Jakarta, menyatukan masyarakat Betawi lintas batas dalam barisan kerempugan. Di saat banyak ormas dituding meniru gaya militer atau menampilkan wajah represif, FBR memilih jalur berbeda: jalur budaya dan kedaerahan. Gaya khas lokal Betawi dengan keluguan, kelugasan dan kesederhanaannya, yang sempat dicibir “norak” pada awal kemunculannya, justru menjadi ciri khas yang membedakan FBR dari organisasi lain. Gaya ini pula yang menjadikannya dekat dengan rakyat, bukan dengan kekuasaan. Tidak bisa dipungkiri, perjalanan FBR memang tidak selalu mulus. Ada masa ketika cit...

KH Lutfi Hakim Menyambut Baik Pembangunan Tugu Golok Cakung

SUARAKAUMBETAWI | Jakarta, - Golok Cakung berdasarkan SK Gubernur Nomor 91 Tahun 2022 telah ditetapkan sebagai Benda Cagar Budaya. Oleh karena itu, sebagai upaya untuk melestarikan dan mengenalkannya kepada masyarakat, Dinas Kebudayaan Propinsi DKI Jakarta pada Tahun Anggaran 2024 berencana membangun Tugu Golok Cakung yang berlokasi di Jalan Raya Hamengkubuwono IX (dahulu Jalan Raya Bekasi) RT 002/02 Kelurahan Cakung Barat Kecamatan Cakung Jakarta Timur. Lokasi tersebut merupakan hasil rapat pada hari Senin (19/8) di kantor Kecamatan Cakung yang dipimpin oleh Camat Cakung. Turut hadir dalam rapat itu, utusan dari Dinas Kebudayaan Propinsi DKI Jakarta, Sudin Kebudayaan Kotamadya Jakarta Timur, Ketua Umum Forum Betawi Rempug (FBR), Ketua Forkabi Jakarta Timur, Ketua Gardu FBR setempat dan beberapa tokoh Betawi kampung Cakung selaku pemilik, pecinta dan simpatisan golok Cakung. Menurut Kyai Lutfi Hakim, pemilihan lokasi tugu tersebut tidak bisa dilepaskan dari aspek sejarah,...

Premanisme Jalanan Dibasmi, Premanisme Berdasi Dibiarkan?

SUARAKAUMBETAWI | Jakarta, – Upaya aparat keamanan dalam menertibkan premanisme jalanan di berbagai sudut Jakarta mendapat apresiasi publik. Ketertiban memang bagian dari hak dasar warga negara. Pasar yang bersih dari pungli, terminal yang aman dari ancaman geng lokal, dan ruang publik yang bebas dari intimidasi adalah hal mendasar dalam kehidupan kota yang beradab. Namun, ketika aparat dengan sigap menangkap pelaku pungli di pasar, menyisir kawasan rawan, dan menertibkan lapak-lapak liar, muncul satu pertanyaan tajam dari benak masyarakat: mengapa negara terlihat begitu tegas kepada preman kecil di jalanan, namun begitu pelan—bahkan gamang—dalam menghadapi premanisme berdasi yang merampok uang negara secara sistemik? Pertanyaan ini bukan tanpa dasar. Di tengah publikasi besar-besaran mengenai razia preman jalanan, masyarakat justru melihat bayang-bayang lain yang tak kalah menyeramkan: korupsi berjamaah di balik proyek-proyek negara, kartel tambang, permainan anggaran sos...