Langsung ke konten utama

Dihari Hut RI Ke 78 Serda Suparman Anggota Koramil 01/TelukNaga Dapat Piagam Penghargaan Dari Bupati Tangerang

Suarakaumbetawi.com Kabupaten Tangerang,- Serda Suparman Anggota Koramil 01/Teluk Naga Kodim 0510/Tigaraksa atas dedikasinya serta pengabdianya kepada masarakat dapat piagam penghargaan dari Bupati Tangerang Zaki Iskandar,bertepatan dihari kemerdekaan Republik Indonesia yang Ke 78 Tahun.Kamis (17/8/2023).

"Terima kasih atas perhatianya kepada Bupati Tangerang,sebagai prajurit dan Babinsa serta abdi negara,saya punya tanggung jawab besar untuk terus memberikan segala yang saya miliki untuk masarakat bangsa dan negara.

Karna TNI lahir dari rahim rakyat dan dari rakyat untuk rakyat,oleh sebab itu setiap tugas tugas saya tetap menjalankan sumpah prajurit untuk tetap berguna untuk bangsa dan masarakat,"Ujar Serda Suparman.
Lebih lanjut Serda Suparman menuturkan terima kasih atas Piagam Penghargaan yang diberikan Bupati Tangerang dan semoga kedepanya saya bisa lebih baik lagi dan tugas saya,sebagai prajurit TNI dan Babinsa.sehingga rakyat tetap mencintai TNI,"Tuturnya.

Senada dikatakan Danramil 01/ Teluknaga Mayor Inf Heru Susanto mengatakan,Babinsa adalah Ujung Tombak nya TNI dengan masarakat,oleh sebab itu Babinsa harus mampu membina masarakatnya dari sumber daya alam mau pun sumber daya manusia nya.

"Oleh sebab itu tetap semangat dan teruslah berkarya untuk bangsa serta terus lah bermanfaat untuk masarakat,"Tandas Danramil.

Kita ketahui Serda Suparman Satu satunya anggota Koramil 01/Teluknaga Kodim 0510/Tigaraksa mendapatkan Piagam Penghargaan Dari Bupati Tangerang Zaki Iskandar.(Red) 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENYONGSONG 24 TAHUN FBR: DARI TUDUHAN NORAK DAN PENUH ANCAMAN, MENUJU PILAR BUDAYA BETAWI

SUARKAUMBETAWI | JAKARTA,- Salam rempug, dua puluh empat tahun sudah Forum Betawi Rempug (FBR) hadir di tengah masyarakat Jakarta dan sekitarnya. Sebuah perjalanan panjang bagi sebuah organisasi massa yang lahir dari semangat kebudayaan, identitas, dan solidaritas msayarakat Betawi. Meski tak luput dari kritik, kontroversi, bahkan upaya pembubaran, FBR tetap bertahan—terus tumbuh dan meluas hingga ke luar wilayah Jakarta, menyatukan masyarakat Betawi lintas batas dalam barisan kerempugan. Di saat banyak ormas dituding meniru gaya militer atau menampilkan wajah represif, FBR memilih jalur berbeda: jalur budaya dan kedaerahan. Gaya khas lokal Betawi dengan keluguan, kelugasan dan kesederhanaannya, yang sempat dicibir “norak” pada awal kemunculannya, justru menjadi ciri khas yang membedakan FBR dari organisasi lain. Gaya ini pula yang menjadikannya dekat dengan rakyat, bukan dengan kekuasaan. Tidak bisa dipungkiri, perjalanan FBR memang tidak selalu mulus. Ada masa ketika cit...

Ketum FBR Serukan Geruduk Trans7 dan Tuntut Permohonan Maaf

SUARAKAUMBETAWI | JAKARTA – Media sosial kembali diramaikan dengan tagar #BoikotTrans7, yang mendadak viral pada Selasa pagi, 14 Oktober 2025. Tagar tersebut muncul menyusul tayangan program Xpose Uncensored milik Trans7 yang dianggap menyinggung kehidupan di salah satu pondok pesantren ternama, Lirboyo di Kediri, Jawa Timur. Potongan video dari acara itu dinilai provokatif dan menuai kecaman dari warganet, khususnya kalangan santri dan alumni pesantren. Tayangan tersebut dianggap bersifat stereotip, agitatif, dan berpotensi merusak citra ulama tradisional. Ketua Umum FBR sekaligus Wakil Ketua PWNU DKI Jakarta, KH Lutfi Hakim, menyesalkan tayangan tersebut.  "Tidak hanya membahayakan citra seorang ulama tradisional, tetapi juga melecehkan kehidupan pesantren di Indonesia. Nilai-nilai Aswaja yang menekankan tazim dan adab terhadap ulama harus dihormati," ujar Lutfi Hakim dalam keterangan resminya, Selasa 14 Oktober 2025. Menurutnya, media massa memiliki tanggung j...

Premanisme Jalanan Dibasmi, Premanisme Berdasi Dibiarkan?

SUARAKAUMBETAWI | Jakarta, – Upaya aparat keamanan dalam menertibkan premanisme jalanan di berbagai sudut Jakarta mendapat apresiasi publik. Ketertiban memang bagian dari hak dasar warga negara. Pasar yang bersih dari pungli, terminal yang aman dari ancaman geng lokal, dan ruang publik yang bebas dari intimidasi adalah hal mendasar dalam kehidupan kota yang beradab. Namun, ketika aparat dengan sigap menangkap pelaku pungli di pasar, menyisir kawasan rawan, dan menertibkan lapak-lapak liar, muncul satu pertanyaan tajam dari benak masyarakat: mengapa negara terlihat begitu tegas kepada preman kecil di jalanan, namun begitu pelan—bahkan gamang—dalam menghadapi premanisme berdasi yang merampok uang negara secara sistemik? Pertanyaan ini bukan tanpa dasar. Di tengah publikasi besar-besaran mengenai razia preman jalanan, masyarakat justru melihat bayang-bayang lain yang tak kalah menyeramkan: korupsi berjamaah di balik proyek-proyek negara, kartel tambang, permainan anggaran sos...