Langsung ke konten utama

Sapi Kurban dari Gubernur DKI Jakarta Didistribusikan ke Warga Susukan

SUARAKAUMBETAWI | Jakarta Timur — Suasana hangat penuh kebersamaan terasa di Kelurahan Susukan, Ciracas, Jakarta Timur, saat seekor sapi kurban dari Gubernur DKI Jakarta diterima dan didistribusikan kepada warga setempat.

Sapi dengan berat kurang lebih 850 kilogram tersebut telah diserahkan secara resmi kepada KH Abdul Fatah, tokoh masyarakat dan ulama setempat, untuk kemudian dibagikan kepada masyarakat.

KH Abdul Fatah, yang akrab disapa Baba Haji, mengungkapkan rasa syukur dan terima kasih atas perhatian Gubernur DKI Jakarta kepada warga Kelurahan Susukan.

“Atas nama warga, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Gubernur. Alhamdulillah, daging kurban ini telah kami distribusikan kepada warga, semoga menjadi berkah bagi semua,” ujar Baba Haji di sela prosesi pembagian daging kurban.

Momentum Iduladha tahun ini kembali menjadi pengingat pentingnya nilai solidaritas dan kepedulian sosial di tengah masyarakat. Bantuan sapi kurban ini diharapkan dapat mempererat rasa kebersamaan antarwarga serta menumbuhkan semangat saling berbagi.

Warga yang menerima daging kurban pun menyampaikan apresiasi atas perhatian Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Banyak di antara mereka yang mengaku sangat terbantu, terlebih di tengah kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih.

“Alhamdulillah, terima kasih Pak Gubernur dan Baba Haji. Tahun ini kami sekeluarga bisa menikmati daging kurban,” ujar salah satu warga penerima manfaat.

Dengan terselenggaranya kegiatan ini, KH Abdul Fatah berharap semangat gotong royong dan perhatian kepada sesama akan terus terjaga, serta sinergi antara pemerintah dan masyarakat semakin kuat ke depannya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENYONGSONG 24 TAHUN FBR: DARI TUDUHAN NORAK DAN PENUH ANCAMAN, MENUJU PILAR BUDAYA BETAWI

SUARKAUMBETAWI | JAKARTA,- Salam rempug, dua puluh empat tahun sudah Forum Betawi Rempug (FBR) hadir di tengah masyarakat Jakarta dan sekitarnya. Sebuah perjalanan panjang bagi sebuah organisasi massa yang lahir dari semangat kebudayaan, identitas, dan solidaritas msayarakat Betawi. Meski tak luput dari kritik, kontroversi, bahkan upaya pembubaran, FBR tetap bertahan—terus tumbuh dan meluas hingga ke luar wilayah Jakarta, menyatukan masyarakat Betawi lintas batas dalam barisan kerempugan. Di saat banyak ormas dituding meniru gaya militer atau menampilkan wajah represif, FBR memilih jalur berbeda: jalur budaya dan kedaerahan. Gaya khas lokal Betawi dengan keluguan, kelugasan dan kesederhanaannya, yang sempat dicibir “norak” pada awal kemunculannya, justru menjadi ciri khas yang membedakan FBR dari organisasi lain. Gaya ini pula yang menjadikannya dekat dengan rakyat, bukan dengan kekuasaan. Tidak bisa dipungkiri, perjalanan FBR memang tidak selalu mulus. Ada masa ketika cit...

KH Lutfi Hakim Menyambut Baik Pembangunan Tugu Golok Cakung

SUARAKAUMBETAWI | Jakarta, - Golok Cakung berdasarkan SK Gubernur Nomor 91 Tahun 2022 telah ditetapkan sebagai Benda Cagar Budaya. Oleh karena itu, sebagai upaya untuk melestarikan dan mengenalkannya kepada masyarakat, Dinas Kebudayaan Propinsi DKI Jakarta pada Tahun Anggaran 2024 berencana membangun Tugu Golok Cakung yang berlokasi di Jalan Raya Hamengkubuwono IX (dahulu Jalan Raya Bekasi) RT 002/02 Kelurahan Cakung Barat Kecamatan Cakung Jakarta Timur. Lokasi tersebut merupakan hasil rapat pada hari Senin (19/8) di kantor Kecamatan Cakung yang dipimpin oleh Camat Cakung. Turut hadir dalam rapat itu, utusan dari Dinas Kebudayaan Propinsi DKI Jakarta, Sudin Kebudayaan Kotamadya Jakarta Timur, Ketua Umum Forum Betawi Rempug (FBR), Ketua Forkabi Jakarta Timur, Ketua Gardu FBR setempat dan beberapa tokoh Betawi kampung Cakung selaku pemilik, pecinta dan simpatisan golok Cakung. Menurut Kyai Lutfi Hakim, pemilihan lokasi tugu tersebut tidak bisa dilepaskan dari aspek sejarah,...

Premanisme Jalanan Dibasmi, Premanisme Berdasi Dibiarkan?

SUARAKAUMBETAWI | Jakarta, – Upaya aparat keamanan dalam menertibkan premanisme jalanan di berbagai sudut Jakarta mendapat apresiasi publik. Ketertiban memang bagian dari hak dasar warga negara. Pasar yang bersih dari pungli, terminal yang aman dari ancaman geng lokal, dan ruang publik yang bebas dari intimidasi adalah hal mendasar dalam kehidupan kota yang beradab. Namun, ketika aparat dengan sigap menangkap pelaku pungli di pasar, menyisir kawasan rawan, dan menertibkan lapak-lapak liar, muncul satu pertanyaan tajam dari benak masyarakat: mengapa negara terlihat begitu tegas kepada preman kecil di jalanan, namun begitu pelan—bahkan gamang—dalam menghadapi premanisme berdasi yang merampok uang negara secara sistemik? Pertanyaan ini bukan tanpa dasar. Di tengah publikasi besar-besaran mengenai razia preman jalanan, masyarakat justru melihat bayang-bayang lain yang tak kalah menyeramkan: korupsi berjamaah di balik proyek-proyek negara, kartel tambang, permainan anggaran sos...