Langsung ke konten utama

MUI Jakarta Gelar Mukerda II: Ulama Kawal Transformasi Jakarta Menuju Kota Global Penuh Rahmat

SUARAKAUMBETAWI | Jakarta, - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi DKI Jakarta akan menggelar Musyawarah Kerja Daerah (Mukerda) II pada Rabu–Kamis, 18–19 Juni 2025 mendatang di Hotel Mercure Ancol, Jakarta Utara. Kegiatan ini mengusung  tema: “Merawat Umat Menuju Kota Global Jakarta Penuh Rahmat.”

Ketua Panitia Pelaksana, Kyai Lutfi Hakim, menyampaikan bahwa Mukerda II bukan semata agenda rutin organisasi, melainkan langkah strategis untuk memperkuat kontribusi ulama dalam proses pembangunan kota Jakarta yang semakin kompleks dan terbuka secara global.

"Mukerda ini adalah bentuk keseriusan MUI DKI Jakarta dalam mengawal arah pembangunan Jakarta agar tetap berlandaskan nilai Islam rahmatan lil ‘alamin," ujar Kyai Lutfi, Senin (116/6/2025).

Agenda Mukerda II akan diisi dengan laporan pertanggungjawaban pengurus, serta diskusi panel bertema “Jakarta sebagai Kota Global dan Peran Umat Islam.” Diskusi ini menghadirkan narasumber lintas bidang dan diharapkan memperkaya perspektif peserta dalam menghadapi dinamika urban Jakarta.

Puncak Mukerda akan ditandai dengan penyusunan  rekomendasi strategis yang akan menjadi panduan program kerja MUI DKI Jakarta ke depan. Dokumen ini dirancang untuk menjawab tantangan umat di tengah masyarakat urban dan plural, sekaligus memperkuat peran ulama sebagai penjaga moralitas dan harmoni sosial.

"Kami berharap Mukerda ini menjadi forum produktif dan bermakna, bukan hanya untuk internal MUI, tetapi juga sebagai kontribusi spiritual dan kebangsaan dalam menjaga wajah Jakarta sebagai kota penuh rahmat," tutup Kyai Lutfi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENYONGSONG 24 TAHUN FBR: DARI TUDUHAN NORAK DAN PENUH ANCAMAN, MENUJU PILAR BUDAYA BETAWI

SUARKAUMBETAWI | JAKARTA,- Salam rempug, dua puluh empat tahun sudah Forum Betawi Rempug (FBR) hadir di tengah masyarakat Jakarta dan sekitarnya. Sebuah perjalanan panjang bagi sebuah organisasi massa yang lahir dari semangat kebudayaan, identitas, dan solidaritas msayarakat Betawi. Meski tak luput dari kritik, kontroversi, bahkan upaya pembubaran, FBR tetap bertahan—terus tumbuh dan meluas hingga ke luar wilayah Jakarta, menyatukan masyarakat Betawi lintas batas dalam barisan kerempugan. Di saat banyak ormas dituding meniru gaya militer atau menampilkan wajah represif, FBR memilih jalur berbeda: jalur budaya dan kedaerahan. Gaya khas lokal Betawi dengan keluguan, kelugasan dan kesederhanaannya, yang sempat dicibir “norak” pada awal kemunculannya, justru menjadi ciri khas yang membedakan FBR dari organisasi lain. Gaya ini pula yang menjadikannya dekat dengan rakyat, bukan dengan kekuasaan. Tidak bisa dipungkiri, perjalanan FBR memang tidak selalu mulus. Ada masa ketika cit...

KH Lutfi Hakim Menyambut Baik Pembangunan Tugu Golok Cakung

SUARAKAUMBETAWI | Jakarta, - Golok Cakung berdasarkan SK Gubernur Nomor 91 Tahun 2022 telah ditetapkan sebagai Benda Cagar Budaya. Oleh karena itu, sebagai upaya untuk melestarikan dan mengenalkannya kepada masyarakat, Dinas Kebudayaan Propinsi DKI Jakarta pada Tahun Anggaran 2024 berencana membangun Tugu Golok Cakung yang berlokasi di Jalan Raya Hamengkubuwono IX (dahulu Jalan Raya Bekasi) RT 002/02 Kelurahan Cakung Barat Kecamatan Cakung Jakarta Timur. Lokasi tersebut merupakan hasil rapat pada hari Senin (19/8) di kantor Kecamatan Cakung yang dipimpin oleh Camat Cakung. Turut hadir dalam rapat itu, utusan dari Dinas Kebudayaan Propinsi DKI Jakarta, Sudin Kebudayaan Kotamadya Jakarta Timur, Ketua Umum Forum Betawi Rempug (FBR), Ketua Forkabi Jakarta Timur, Ketua Gardu FBR setempat dan beberapa tokoh Betawi kampung Cakung selaku pemilik, pecinta dan simpatisan golok Cakung. Menurut Kyai Lutfi Hakim, pemilihan lokasi tugu tersebut tidak bisa dilepaskan dari aspek sejarah,...

Premanisme Jalanan Dibasmi, Premanisme Berdasi Dibiarkan?

SUARAKAUMBETAWI | Jakarta, – Upaya aparat keamanan dalam menertibkan premanisme jalanan di berbagai sudut Jakarta mendapat apresiasi publik. Ketertiban memang bagian dari hak dasar warga negara. Pasar yang bersih dari pungli, terminal yang aman dari ancaman geng lokal, dan ruang publik yang bebas dari intimidasi adalah hal mendasar dalam kehidupan kota yang beradab. Namun, ketika aparat dengan sigap menangkap pelaku pungli di pasar, menyisir kawasan rawan, dan menertibkan lapak-lapak liar, muncul satu pertanyaan tajam dari benak masyarakat: mengapa negara terlihat begitu tegas kepada preman kecil di jalanan, namun begitu pelan—bahkan gamang—dalam menghadapi premanisme berdasi yang merampok uang negara secara sistemik? Pertanyaan ini bukan tanpa dasar. Di tengah publikasi besar-besaran mengenai razia preman jalanan, masyarakat justru melihat bayang-bayang lain yang tak kalah menyeramkan: korupsi berjamaah di balik proyek-proyek negara, kartel tambang, permainan anggaran sos...