SUARAKAUMBETAWI | Jakarta,- Budaya adalah cerminan dari sejarah dan identitas suatu masyarakat. Dalam setiap sudut dunia, ada warisan budaya yang menjadi tanda kearifan lokal dan nilai-nilai yang dipegang teguh oleh generasi-generasi sebelumnya. Salah satu contoh yang menakjubkan adalah Budaya Ruwat Bumi di Padepokan Parukuyan, Dago, Bandung Jawa Barat.
Menurut Ketua Padepokan Parukuyan, Abah Yon Supardi, Ruwat Bumi ini berlangsung setiap tahun dan tahun 2025 ini memasuki kali yang ke-25.
Ruwat Bumi adalah tradisi atau upacara adat yang dilakukan untuk mengungkapkan rasa syukur atas hasil bumi, mengharapkan keberkahan di masa depan, dan menghormati leluhur.
Acara ini juga merupakan bagian dari rangkaian upacara yang berkaitan dengan proses pertanian, terutama budidaya padi.
Kata "ruwat" dalam bahasa Sunda memiliki makna "mengumpulkan dan merawat", yang dalam konteks Ruwat Bumi diartikan sebagai mengumpulkan hasil bumi dan merawatnya agar tetap subur dan melimpah.
Kegiatan ini menampilkan beragam seni dan budaya dari berbagai daerah di Indonesia, seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Betawi, Papua, Lampung, Madura, Sulawesi, Padang, dan lainnya.
Acara ini dihadiri oleh Imam Besar Forum Betawi Rempug (FBR), KH. Lutfi Hakim dan tokoh-tokoh adat lainnya dari berbagai belahan nusantara.
Dalam sambutannya, KH. Lutfi Hakim mengatakan upacara Ruwat Bumi ini merupakan upaya untuk melestarikan budaya yang mengandung pesan moral agar kita dapat selalu menjaga harmonisasi dengan alam, bukan melulu mengeksploitasinya.
“Ini juga dapat menjadi wadah silaturrahmi kebangsaan yang dapat meneguhkan karakter dan jati diri kita sebagai bangsa yang kaya akan keragaman budaya,” pungkasnya.
FBR sebagai motivator pelestarian budaya nusantara dan jagakampung betawi
BalasHapus