Langsung ke konten utama

Anggota DPRD DKI Heri Kustanto Gelar Santunan Yatim di Musholah Ataubah

SUARAKAUMBETAWI | Jakarta, – Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PKB, Heri Kustanto, kembali menggelar kegiatan santunan bagi anak-anak yatim di lingkungan tempat tinggalnya. Acara berlangsung di Musholah Ataubah, Jakarta Pusat, pada Ahad, 9 Juni 2024, dan dihadiri puluhan anak, tokoh masyarakat, serta warga sekitar.

Kegiatan ini merupakan bagian dari agenda rutin bulanan yang telah berjalan secara konsisten. Setiap bulannya, sekitar 200 anak yatim dari lingkungan sekitar mendapatkan santunan langsung—baik dalam bentuk uang tunai, bingkisan, maupun kegiatan pembinaan rohani.

“Berbagi dengan anak-anak yatim adalah amalan yang sangat dianjurkan dalam Islam. Ini bukan sekadar kegiatan sosial, tapi bagian dari penguatan akhlak dan nilai kemanusiaan,” ujar Heri Kustanto dalam sambutannya.

Acara diisi dengan pembacaan doa bersama, tausiyah singkat, serta makan bersama dalam suasana hangat dan kekeluargaan. Santunan diserahkan langsung kepada para anak yatim yang hadir.

“Kami melihat kegiatan ini sebagai bentuk kehadiran nyata seorang wakil rakyat di tengah masyarakat. Tidak sekadar seremonial, tapi membawa keberkahan dan semangat kebersamaan,” ujar Ustadz Ipul, pengurus Musholah Ataubah.

Heri Kustanto menegaskan bahwa perhatian terhadap anak-anak yatim bukan hanya bentuk amal pribadi, tetapi juga bagian dari tanggung jawab sosial bersama yang harus terus dijaga dan diwariskan.

“Anak-anak ini adalah titipan Allah. Mereka tumbuh bukan hanya butuh dukungan materi, tapi juga perhatian, cinta, dan pelukan sosial yang memperkuat mental dan batin mereka,” tutupnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENYONGSONG 24 TAHUN FBR: DARI TUDUHAN NORAK DAN PENUH ANCAMAN, MENUJU PILAR BUDAYA BETAWI

SUARKAUMBETAWI | JAKARTA,- Salam rempug, dua puluh empat tahun sudah Forum Betawi Rempug (FBR) hadir di tengah masyarakat Jakarta dan sekitarnya. Sebuah perjalanan panjang bagi sebuah organisasi massa yang lahir dari semangat kebudayaan, identitas, dan solidaritas msayarakat Betawi. Meski tak luput dari kritik, kontroversi, bahkan upaya pembubaran, FBR tetap bertahan—terus tumbuh dan meluas hingga ke luar wilayah Jakarta, menyatukan masyarakat Betawi lintas batas dalam barisan kerempugan. Di saat banyak ormas dituding meniru gaya militer atau menampilkan wajah represif, FBR memilih jalur berbeda: jalur budaya dan kedaerahan. Gaya khas lokal Betawi dengan keluguan, kelugasan dan kesederhanaannya, yang sempat dicibir “norak” pada awal kemunculannya, justru menjadi ciri khas yang membedakan FBR dari organisasi lain. Gaya ini pula yang menjadikannya dekat dengan rakyat, bukan dengan kekuasaan. Tidak bisa dipungkiri, perjalanan FBR memang tidak selalu mulus. Ada masa ketika cit...

KH Lutfi Hakim Menyambut Baik Pembangunan Tugu Golok Cakung

SUARAKAUMBETAWI | Jakarta, - Golok Cakung berdasarkan SK Gubernur Nomor 91 Tahun 2022 telah ditetapkan sebagai Benda Cagar Budaya. Oleh karena itu, sebagai upaya untuk melestarikan dan mengenalkannya kepada masyarakat, Dinas Kebudayaan Propinsi DKI Jakarta pada Tahun Anggaran 2024 berencana membangun Tugu Golok Cakung yang berlokasi di Jalan Raya Hamengkubuwono IX (dahulu Jalan Raya Bekasi) RT 002/02 Kelurahan Cakung Barat Kecamatan Cakung Jakarta Timur. Lokasi tersebut merupakan hasil rapat pada hari Senin (19/8) di kantor Kecamatan Cakung yang dipimpin oleh Camat Cakung. Turut hadir dalam rapat itu, utusan dari Dinas Kebudayaan Propinsi DKI Jakarta, Sudin Kebudayaan Kotamadya Jakarta Timur, Ketua Umum Forum Betawi Rempug (FBR), Ketua Forkabi Jakarta Timur, Ketua Gardu FBR setempat dan beberapa tokoh Betawi kampung Cakung selaku pemilik, pecinta dan simpatisan golok Cakung. Menurut Kyai Lutfi Hakim, pemilihan lokasi tugu tersebut tidak bisa dilepaskan dari aspek sejarah,...

Premanisme Jalanan Dibasmi, Premanisme Berdasi Dibiarkan?

SUARAKAUMBETAWI | Jakarta, – Upaya aparat keamanan dalam menertibkan premanisme jalanan di berbagai sudut Jakarta mendapat apresiasi publik. Ketertiban memang bagian dari hak dasar warga negara. Pasar yang bersih dari pungli, terminal yang aman dari ancaman geng lokal, dan ruang publik yang bebas dari intimidasi adalah hal mendasar dalam kehidupan kota yang beradab. Namun, ketika aparat dengan sigap menangkap pelaku pungli di pasar, menyisir kawasan rawan, dan menertibkan lapak-lapak liar, muncul satu pertanyaan tajam dari benak masyarakat: mengapa negara terlihat begitu tegas kepada preman kecil di jalanan, namun begitu pelan—bahkan gamang—dalam menghadapi premanisme berdasi yang merampok uang negara secara sistemik? Pertanyaan ini bukan tanpa dasar. Di tengah publikasi besar-besaran mengenai razia preman jalanan, masyarakat justru melihat bayang-bayang lain yang tak kalah menyeramkan: korupsi berjamaah di balik proyek-proyek negara, kartel tambang, permainan anggaran sos...